Mepasah: Tradisi Unik Pemakaman di Desa Trunyan
Halo sahabat deCODE! Masih dalam suasana perayaan kemerdekaan mari kita ucapkan, “MERDEKA!!!”. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Artikel deCODE kali ini, akan membahas salah satu budaya tanah air yaitu tradisi unik pemakaman di Desa Trunyan Bangli. Yuk, simak!
Bali, tentunya tidak asing untuk dikenal oleh masyarakat Indonesia ya? Yap! Kota yang tidak hanya dikenal dengan keindahan wisata alam, tetapi juga kental akan budaya dan tradisinya. Kota ini memiliki Desa yang bernama Trunyan. Yang merupakan salah satu desa tertua di Bali. Desa ini terletak di kawasan Kintamani, Kabupaten Bangli. Lebih tepatnya di tepi timur Danau Batur.
Sejarah Desa Trunyan
Kisah ini berawal dari hidupnya seorang Raja Solo bertahta di Keraton Surakarta yang memiliki empat anak. Tiga laki-laki dan satu perempuan. Pada suatu hari keempat anaknya mencium bau harum yang luar biasa. Hal itu menarik perhatian mereka untuk menemukan sumber bau harum tersebut. Sebelum pergi mereka meminta izin terlebih dahulu kepada Sang Ayah. Setelah itu perjalanan dimulai. Singkat cerita tibalah keempat anak dalem Solo tersebut di Pulau Bali. Sesampai mereka di kaki selatan gunung Batur, adik perempuannya memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan memilih tinggal di tempat itu.
Mereka bertiga pun tetap melanjutkan perjalanan hingga sampai di daratan bernama Kedisan. Pangeran ketiga merasa kegirangan mendengar suara burung. Hal itu membuat Kakak sulungnya kesal dan menendangnya sampai terjatuh pada posisi duduk sila. Ia pun meninggalkan adiknya dan perjalanan dilanjutkan hanya berdua. Saat sampai disebuah daratan, Kakak sulungnya kembali meninggalkan adik ketiganya di sana karena perbuatannya. Setelah meninggalkan adik-adiknya, Pangeran Sulung melanjutkan perjalanannya sendirian. Akhirnya ia sampai di sebuah daratan dan bertemu dengan seorang Dewi yang cantik jelita tengah duduk sendiri di bawah pohon taru menyan.
Pangeran Sulung menyadari bahwa sumber bau harum itu ternyata berasal dari pohon taru menyan. Pangeran yang terpesona dengan kecantikan Sang Dewi memutuskan untuk melamar dan menikahinya. Tentu dengan persetujuan kakak dari Sang Dewi. Pesta pernikahan digelar meriah. Pangeran Sulung dinobatkan sebagai pemimpin desa Trunyan, yang namanya diambil dari nama pohon taru menyan. Taru sendiri memiliki arti pohon dan menyan berarti harum. Kemudian Pangeran Sulung pun mendapat gelar Ratu Sakti Pancering Jagat dan istrinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar.
Desa yang mereka diami berkembang menjadi Kerajaan. Kemudian muncul rasa khawatir jika suatu saat kerajaan mereka diserang oleh orang luar karena pancingan dari bau harum semerbak yang keluar dari pohon taru menyan. Untuk menghilangkan bau harum tersebut, Sang Permaisuri memerintahkan agar jenazah-jenazah penduduk Trunyan tidak lagi dikebumikan. Tetapi diletakkan di bawah pohon taru menyan. Sejak itu desa Trunyan tidak lagi mengeluarkan bau harum semerbak. Namun, jenazah-jenazah yang dibiarkan membusuk itu tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Karena pohon taru menyan tersebut mampu menetralisir bau busuk yang dikeluarkan jenazah.
Wah makin penasaran bagaimana tradisi pemakaman di Desa Trunyan ya sahabat deCODE. Yuk, Lanjut baca yang dibawah ini!
Tradisi Pemakaman Desa Trunyan
Tradisi pemakaman dengan membiarkan jenazah di alam terbuka ini disebut mepasah. Berdasarkan kepercayaan penduduk sekitar, satu pohon hanya boleh menampung 11 jenazah. Jika ada jenazah baru, maka jenazah lama akan dipindahkan. Prosesnya diawali dengan upacara pembersihan, memandikan dengan air hujan, lalu jenazah diletakkan pada lubang sedalam 10 – 20 cm agar jenazah tidak bergeser karena kontur tanah yang tidak rata. Tetapi, tidak semua orang bisa dimakamkan dengan mepasah. Menurut tradisi yang berlaku, pemakaman terbagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Sema Wayah
Kuburan utama yang dianggap suci. Jenazah yang bisa dimakamkan hanyalah jenazah yang jasadnya utuh. Tidak cacat dan proses meninggalnya secara wajar bukan karena kecelakaan atau bunuh diri. Jenis pemakaman yang dilakukan adalah mepasah.
2. Sema Nguda
Tradisi pemakaman untuk jenazah anak-anak, bayi dengan gigi susu yang belum tunggal dan jenazah orang desa yang belum menikah. Jenis pemakaman yang dilakukan adalah mepasah.
3. Sema Batas
Tradisi pemakaman khusus untuk jenazah yang proses meninggalnya tidak wajar, seperti dibunuh, kecelakaan, bunuh diri, ataupun jasadnya tidak utuh. Jenis pemakaman yang dilakuan adalah dengan dikebumikan.
Gimana sahabat deCODE, unik banget kan tradisi dari Desa Trunyan? Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kamu mengenai budaya dan tradisi Indonesia ya!!! Sampai jumpa diartikel berikutnya.
[tw-button size=”medium” background=”” color=”blue” target=”_blank” link=”http://decode.uai.ac.id/?s=Siti+Masitoh”]Penulis: Siti Masitoh[/tw-button] [tw-button size=”medium” background=”” color=”blue” target=”_blank” link=”http://decode.uai.ac.id/?s=Dhiva+Puspa”]Editor: Dhiva Puspa[/tw-button]
[tw-social icon=”twitter” url=”https://twitter.com/deCODE_Magazine” title=”Follow our Twitter for more Updates!”][/tw-social] [tw-social icon=”instagram” url=”https://www.instagram.com/decodemagazine/” title=”Follow Our Instagram for more Updates!”][/tw-social] [tw-social icon=”facebook” url=”https://www.facebook.com/Decode-Magazine-1895957824048036/?hc_ref=ARQllNXfRdmjk9r__uOAjkB4vJc2ohjO-3fMBz5-Ph_uF74OzCx-zYf-biULGvQzGWk&fref=nf” title=”Follow our facebook for more Updates!”][/tw-social]