Satu Hari selama 20 Tahun, Satu Hari untuk Selamanya
Ada satu masa dalam hidup dimana kita bertemu seseorang and that’s it. Nothing really happens, all just goes by. Hanya sekadar kenal ataupun berteman sesaat. Namun ada juga satu masa dalam hidup di mana kita bertemu seseorang and somehow they really become a part of our lives. Dapat berupa sebuah persahabatan, percintaan atau bahkan pernikahan. Menua bersama walau tak harus selalu tinggal bersama. Hal inilah yang coba disampaikan oleh film One Day.
One Day merupakan sebuah film yang dinahkodai oleh Lone Scherfig dengan mengadaptasi buku berjudul sama karangan David Nicholls. Menceritakan Emma Morley (Anne Hathaway) dan Dexter Mayhew (Jim Sturgess) yang bertemu pada dini hari setelah pesta kelulusan mereka. Pertemuan ini semacam pertama kalinya mereka benar-benar bertemu dan pertama kalinya pula mereka berbincang pada satu sama lain.
Ternyata kejadian itu memiliki pengaruh yang cukup besar pada persahabatan mereka bertahun-tahun setelahnya. Pertemuan ini terjadi tepat pada 15 Juli 1988, setelahnya kisah mereka diceritakan pada tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya selama hampir 20 tahun. 15th July.
Petualangan dan kisah-kasih persahabatan yang awalnya canggung menjadi nekat, akrab menjadi dekat. Bertahun-tahun merenggang bertahun-tahun pula kembali akrab dan dekat. Adalah sebuah petualangan yang akan membuat kita tersenyum sendiri menyaksikannya atau bahkan terharu biru! Menyaksikan bagaimana persahabatan antara lawan jenis ini tumbuh selama bertahun-tahun.
I believe that some friends even best friends actually do miss each other when they apart, and sometimes one of the individuals may feel lost when they miss their best friends.
Have you ever feel this kind of feeling when you just feel lost while you miss your best friends so much? Don’t know what to do in a day or in your life, because you used to do everything together, or because you just feel better when your best friend is around. Hal ini pula yang menjadi jalan cerita One Day.
Ada satu bahkan beberapa tahun dimana Emma dan Dexter merindukan satu sama lain. Along this process they just seemingly feel lost. Merasa tersesat ketika mereka terpisah.
Seperti Dexter yang kehilangan arah dan entah mengapa takdir mengarahkannya kepada minum-minuman keras serta obat-obatan terlarang. Ia juga tidak mencoba untuk mencari pekerjaan lain dan menjadi sibuk akan pekerjaan yang dibencinya. Seperti Emma, menjauhi Dexter sering kali membuatnya nestapa, tak tahu harus cerita ke siapa lagi mengenai dirinya yang merasa terjebak tinggal bersama pacarnya yang tidak ia cintai, Ian (Rafe Spall).
Masa di mana bertahun-tahun Dexter dan Emma menjalani kehidupan mereka masing-masing seakan membuat kita “ikut rindu”, ingin melihat mereka kembali bersama lagi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, awal persahabatan mereka
Puncak emosi film ini muncul ketika takdir mempertemukan mereka kembali dengan kehidupan masing-masing yang sudah berbeda. Terutama ketika Dexter memberitahu Emma bahwa ia akan menikah.
Pada pertengahan film kita mungkin sudah mulai merasakan bahwa mereka sebenarnya mencintai satu sama lain. Malu mengakui, juga telat mengakui, Sekilas kisah ini hampir sama dengan apa yang terjadi di film Lovie Rossie (2014) yang dimainkan oleh Sam Claflin dan Lily Collins. Tapi tidak dapat dikatakan sama karena dari segi cerita, alur dan karakternya sudah jauh berbeda.
Cerita dengan pengambilan alur rentang waktu tahunan ini pernah dilakukan juga oleh film Before Trilogy yang diperankan oleh Ethan Hawke dan Julie Delpy. Perbedaannya adalah film-film Before Trilogy ini mengambil rentang waktu sekitar 9 tahun di setiap filmnya, tapi One Day mengambil rentang waktu setahun selama hampir 20 tahun. Ini yang membuat film One Day menjadi sangat unik.
Sayangnya, cukup banyak lompatan adegan dan adegan yang terpotong dalam film ini, membuat hubungan unik antara Emma dan Dexter tidak tergambarkan dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa film ini cukup berbeda dengan novelnya.
Meski begitu, Anne Hathaway memerankan karakter Emma yang pintar dengan cukup baik, walaupun aksen British yang diucapkannya terdengar masih sedikit kurang. Sementara Jim Sturgess, dengan segala ciri khasnya, sangat manis dalam memainkan karakter Dexter yang playboy.
Bersamaan karakter-karakter yang bermain secara indah sepanjang film, mata kita akan disuguhi pemandangan indah beberapa kota di benua Eropa, seperti London dan Paris. Alunan melodi instrumental karya Rachel Portman juga ikut memanjakan telinga kita sepanjang film. Alunan musik ini sungguh menenangkan serta menyenangkan hingga membuat kita ikut terbawa masuk ke dalam film ini.
Meskipun memiliki alur cerita maju-mundur, One Day menutup akhir cerita dengan sangat tak terduga. Ada satu adegan penutup yang menjadi adegan pamungkas dalam film ini. Menjadikan kisah Emma dan Dexter seakan-akan abadi, tak lekang oleh waktu.
“You can live your whole life not realizing that what you’re looking for is right in front of you”
-David Nicholls
[tw-button size=”medium” background=”” color=”blue” target=”_blank” link=”http://decode.uai.ac.id/?author=11″]Writer: Galih Perdana [/tw-button] [tw-button size=”medium” background=”” color=”blue” target=”_blank” link=”http://decode.uai.ac.id/?author=39″]Editor: Safa[/tw-button]
[tw-social icon=”twitter” url=”https://twitter.com/deCODE_Magazine” title=”Follow our Twitter for more Updates!”][/tw-social] [tw-social icon=”instagram” url=”https://www.instagram.com/decodemagazine/” title=”Follow Our Instagram for more Updates!”][/tw-social] [tw-social icon=”facebook” url=”https://www.facebook.com/Decode-Magazine-1895957824048036/?hc_ref=ARQllNXfRdmjk9r__uOAjkB4vJc2ohjO-3fMBz5-Ph_uF74OzCx-zYf-biULGvQzGWk&fref=nf” title=”Follow our facebook for more Updates!”][/tw-social]