April 19, 2024

deCODE

Progressive News & Creative Magazine

Rotasi -Sebuah Cerpen

11 min read
Rotasi

Sumber Foto: deviantart

Rotasi adalah perputaran sebuah benda pada suatu sumbu yang tetap. Sama seperti perasaanku. Saat ini perasaanku sedang berotasi, dan sumbunya adalah kamu. Sekeras apapun aku ingin berhenti mengenai perasaan ini, tetapi yang terjadi adalah perasaanku kepadamu terus berputar semakin kuat dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Lelah? Iya, aku sangat lelah dengan semua perasaan ini. Aku sangat ingin menyerah, tetapi jauh di lubuk hatiku yang terdalam aku juga masih ingin memperjuangkan perasaanku. Namun, ada satu hal yang hingga kini menjadi pertanyaanku. Pertanyaan yang tidak berani aku tanyakan kepadamu. Pertanyaan yang sudah bertahun-tahun aku pendam.

Apakah kau memiliki perasaan yang sama dengan ku? Atau kah hanya aku saja yang merasakan seperti ini?

“Apa yang ada di pikiranmu saat ini?” Keira tersadar dari lamunannya lalu tersenyum simpul kepada Orion.

“Tidak ada.“  jawab gadis itu.

“Tetapi aku melihat kau mengerutkan keningmu. Dan itu tandanya kau sedang memikirkan sesuatu,” ucap pemuda itu kembali.

Lagi-lagi Keira tersenyum mendengar penuturan pemuda itu. Keira tahu, percuma saja jika Ia berbohong kepada pemuda di hadapannya ini, karena pemuda ini adalah seseorang yang sangat dekat dengannya. Pemuda ini adalah sumbu seorang Keira Anastasia. Dan ia adalah Orion Gionino.

“Kei?”

“Ya?”

“Tuh, kan, melamun lagi.”

Kali ini Keira menatap Orion sambil terkekeh karena menurut gadis bersurai gelap itu, raut wajah Orion saat ini terlihat sangat lucu.

“Kenapa malah tertawa?”

“Wajahmu lucu.” Kali ini Orion mematung mendengar jawaban dari gadis yang berada di hadapannya.

Saat ini keduanya tengah asik duduk berdua menikmati secangkir kopi dan bertukar cerita mengenai pengalaman mereka masing-masing selama mereka berpisah. Keduanya saling menceritakan bagaimana kehidupan mereka ketika mereka tidak lagi saling berdampingan. Akan tetapi, ada satu hal yang sejak dulu tidak pernah berubah. Satu hal yang saat ini masih sama seperti dulu. Satu hal yang menjadi alasan mereka bertemu kembali, yaitu karena harus meluruskan sesuatu. Sesuatu yang sejak beberapa tahun yang lalu mengusik keduanya. Sesuatu yang keduanya simpan dengan sangat rapih.

“Kau ingin kesana sekarang?” tanya Orion. Keira yang mengerti mengenai ucapan Orion tersenyum lebar lalu mengangguk dengan semangat.

“Tentu saja!” ujarnya dengan semangat. Orion terkekeh kemudian menjulurkan tangannya untuk mengacak rambut hitam gadis itu,

“Orion!” protesnya lalu memperbaiki rambutnya. Belum sempat gadis itu merapikan rambutnya secara sempurna, Orion lebih dulu menarik Keira untuk segera berangkat.

Dalam hati, Keira merasa sangat bersemangat untuk segera tiba di sana. Tetapi, sebagian hatinya ragu karena Ia tidak sanggup untuk menerima kenyataan apa yang akan Ia ketahui nantinya. Saat ini Ia belum siap untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk yang dapat terjadi nantinya. Bisa saja hal ini menjadi suatu langkah yang baik untuk keduanya. Tetapi, bisa saja ini sebuah malapetaka untuk mereka berdua. Walau begitu, jauh di lubuk hatinya terdalam, Kei sangat ingin segera mengakhiri rasa penasarannya. Kei ingin segera mengakhiri penantian yang hanya dirinya, waktu, dan Tuhan yang tahu. Ia ingin semuanya menjadi jelas, dan inilah saatnya. Saat yang Ia tunggu-tunggu sejak hari itu.

******

Keira dan Orion merupakan sepasang sahabat yang sudah berteman sejak mereka kecil. Keduanya tinggal di satu kompleks yang sama dan memiliki rumah yang saling bersebelahan. Di mana ada Keira, di situ ada Orion. Kei sama sekali tidak bisa lepas dari Orion dan begitupun sebaliknya. Hanya Orion yang mengetahui diamnya seorang Keira Anastasia dan hanya Keira yang mampu membaca gerak-gerik seorang Orion Gionino. Jika para gadis cemburu dengan posisi Keira, maka para pria akan cemburu dengan posisi Orion. Banyak yang awalnya mengira bahwa Kei dan Orion adalah sepasang kekasih, tetapi keduanya hanya diam menanggapi hal tersebut.

“Kei, kamu akan kuliah di mana?” 

Saat ini, keduanya tengah duduk di bawah sebuah pohon di tepi danau dekat kompleks perumahan mereka. Orion yang sangat mengetahui bahwa Keira sangat menyukai langit senja dan matahari terbenam, sering mengajak Keira untuk menghabiskan waktu di sini. Tempat ini adalah markas mereka. Tempat di mana keduanya selalu menghabiskan waktu bersama. Tempat pertama kali keduanya bertemu dan menjalin pertemanan. 

“Aku tetap di Jakarta. Semoga saja aku diterima di UI, Yon.” ujar Keira dengan santai. Kei merupakan anak tunggal, sehingga Ia tidak diperbolehkan untuk kuliah keluar kota oleh kedua orang tuanya.  Orion terdiam mendengar jawaban Keira. Ia tidak mengatakan sepatah katapun dan sibuk dengan pikirannya. Sebenarnya, Orion sudah mengetahui jawaban apa yang akan diberikan oleh Keira. Orion hanya mematiskan bahwa tebakannya benar dan berharap bahwa tebakannya tersebut salah. Tetapi, sepertinya takdir berkata lain, tebakan Orion benar. 

“Kamu disana juga kan?” karena tidak mendengar jawaban dari Orion, Kei kembali melemparkan sebuah pertanyaan kepada pemuda itu. Orion melirik Keira, Ia sama sekali tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Keira. Ia sangat ingin mengangguk dan mengiyakan pertanyaan Kei, namun kenyataan berkata lain. 

“Kei, kalau aku ga disamping kamu, gimana?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari mulut Orion. Keira mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan pemuda di hadapannya. 

“Kamu ngomong apasih, Yon?” 

“Jawab aja.” 

Keira terdiam selama beberapa saat sebelum ia menjawab pertanyaan Orion

“Aku tanpa kamu seperti apa ya.. mungkin seperti bulan yang kehilangan sinarnya.“ 

Orion mengerutkan keningnya mendengar jawaban Keira, 

“Apa karena tertutupi oleh awan colomo nimbus?” 

“Bukan. Tetapi karena sang matahari tidak lagi memantulkan cahayanya kepada bulan. Maka dari itu bulan kehilangan sinarnya. Kamu tahu kan bulan dapat bersinar karena Ia mendapat pantulan cahaya dari sinar matahari?” Orion mengangguk paham maksud dari Keira. Kei mengumpamakan bahwa dirinya adalah bulan dan Orion adalah mataharinya. Tetapi bagi Orion, Keira lah sang matahari itu. Dan dalam hati Orion setuju dengan ucapan gadis itu. 

“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?” perasaan gelisah tiba-tiba menghampiri Keira, dan Orion pun lagi-lagi mematung mendengar pertanyaan Kei. Orion sama sekali tidak tahu bagaimana Ia akan mengatakan hal tersebut kepada Keira. Orion tidak ingin, tetapi Ia harus. 

“Aku akan berangkat ke England. Aku kuliah di Cambridge” 

Orion tidak berani menatap Keira. Orion menatap lurus ke arah danau yang sedang memantulakn semburat jingga dari langit. Ia lebih memilih menatap pemandangan itu dibanding harus menatap ke arah Keira. Orion tidak sanggup untuk menatap wajah Keira. Sedangkan, Keira yang mendengar ucapan Orion tersebut hanya bisa mematung di tempatnya. 

“hahahaha” 

Orion refleks mengalihkan pandangannya dari pemandangan yang indah di depannya, Ia mengerutkan keningnya melihat Keira sedang tertawa

“Kenapa kamu tertawa?” tanyanya bingung. 

“kamu bercanda kan?” tanya Keira ketika Ia berhasil menghentikan tawanya. Di balik tawanya, ada rasa gelisah di dalam dirinya. Ia takut bahwa kali ini semesta akan memisahkan mereka. Ia takut bahwa kali ini Keira harus melepaskan Orion. Perasaan yang Ia miliki untuk Orion sudah terlalu dalam. Ia tidak tahu bagaimana jika Ia harus benar-benar harus menjalani hari-harinya tanpa adanya Orion di sisinya.

“Aku berharap begitu. Tetapi sayangnya, kali ini aku serius.”  tepat ketika Orion telah menjawab pertanyaan Keira, setetes air mata berhasil lolos dari pelupuk mata Keira. Orion mematung di tempatnya melihat reaksi Keira.

“Kenapa, Yon?” 

Dari sekian banyak pertanyaan yang ingin diajukan oleh Keira, gadis itu hanya mampu melayangkan pertanyaan itu. Orion menghela nafas panjang kemudian mengulurkan kedua tangannya untuk menghapuskan air mata yang berada di pipi Kei.

“Aku tidak mau, tetapi aku harus. Granny sedang membutuhkanku di sana, dan kau tahu kan selama ini aku sangat dekat dengannya? Granny sedang sakit Kei.” 

Keira sangat tahu bahwa Orion sangat dekat dengan sang granny. Keira juga mengetahui bahwa granny Orion sedang sakit. Tetapi, tidak bisakah ia menjadi seseorang yang egois untuk saat ini? Dan tentu saja jawabannya adalah tidak. Orion sangat menyayangi Granny-nya dan Keira tahu itu. Tetapi, bagaimana dengan dirinya? Ia juga membutuhkan Orion di sampingnya. Bagaimana dengan hatinya? Ia masih menyimpan perasaan untuk Orion. Perasaan lebih dari seorang teman. Keira selama ini belum pernah berpisah dengan Orion lebih dari seminggu. Sewaktu Orion akan ke London untuk berlibur saja, Keira selalu menangis dan memaksa Orion untuk cepat kembali. Bagaimana dengan sekarang? Kei harus berpisah dengan orion selama bertahun-tahun. 

Apa ia sanggup untuk berpisah dengan Orion?

Apa ia tahan akan berada jauh dengan Orion?

Terlalu banyak pertanyaan di dalam kepala Keira mengenai perpisahannya dengan Orion. Kenapa kali ini semesta seperti sangat jahat kepadanya? Semesta tahu bahwa sebagian hidup Keira itu bersama dengan Orion, tetapi kenapa sekarang mereka harus berpisah? Belum cukup kah perasaan ini membuatnya merasa tertekan? Kenapa sekarang Ia harus melepaskan Orion? 

Orion lagi-lagi menghela napas panjang kemudian menarik Keira kedalam pelukannya, “You’ll be okay. Trust me.” ujar Orion lalu mengecup puncak kepala Keira. Air mata Keira semakin tak terbendung lagi. Gadis itu kini menangis di pelukan Orion. Kenangan yang selama ini Ia alami bersama Orion kembali berputar di ingatannya seperti kaset rusak. Di mana saat Ia bertemu pertama kali dengan Orion. Saat di mana Ia dan Orion selalu menghabiskan waktu berdua. Di mana Orion selalu berjalan di sampingnya. Bagaimana seorang Orion selalu memeluknya ketika dirinya sedang menangis. Bagaimana Orion selalu mengantarkan makanan kerumahnya ketika Keira mengatakan Ia lapar. Bagaimana Orion selalu membangunkannya tiap pagi sebelum mereka berdua berangkat sekolah. Terlalu banyak Orion di hidup Keira. Setiap kegiatan yang Ia lakukan selalu ada sangkut pautnya dengan sosok Orion. Lalu bagaimana Ia bisa menghadapi hari demi hari tanpa Orion berada di sebelahnya?

“Hei.. listen” Orion melepaskan pelukannya lalu menangkup wajah Keira dengan kedua tangannya agar gadis itu mau menatap ke arahnya. Mata Orion menatap lurus ke arah Keira. Dalam hati, Orion merasa terluka menatap gadis yang memiliki tempat khusus di hatinya ini, menangis seperti ini. Dan hal yang paling membuat Orion sedih adalah Ia yang menjadi alasan dari gadis ini menangis. 

“I promise, I’ll be back.” Ujar Orion sambil menatap lurus ke arah manik cokelat milik Keira. Orion mencari sorot mata yang biasa Keira berikan kepadanya, tetapi yang ia temukan adalah sorot mata terluka. “Aku akan kembali ke sini dan menemuimu. Aku juga tidak akan benar-benar meninggalkanmu. Kau tahu? Kita bisa Video Call atau iMessage bukan? Zaman sudah canggih.” Orion mencoba menghibur gadis itu tetapi lagi-lagi Keira hanya terdiam dan sesekali terisak. Ia tidak sanggup untuk melepas orang yang Ia sayangi untuk pergi. Katakanlah Ia egois, tetapi sungguh Ia tidak pernah membayangkan hari ini akan datang. Hari di mana mereka berdua harus melepaskan satu sama lain. 

“Bagaimana jika kita menulis keinginan kita masing-masing di dalam sebuah botol, lalu kita akan menguburnya di bawah pohon ini. Dan ketika aku kembali kesini, kita akan membaca keinginan tersebut. Nanti, kau bisa membaca punyaku dan begitupun sebaliknya. Jika belum tercapai aku akan membantumu agar keinginan tersebut dapat tercapai, dan begitupun sebaliknya.” tawar Orion. Ia berharap bahwa ucapannya tersebut dapat sedikit membuat Keira merasa tenang.

“Jika kau kembali, apa kau akan pergi meninggalkanku lagi?” 

Orion tersenyum mendengar ucapan gadis itu, dengan iseng Ia mengulurkan tangannya lalu mengacak rambut Keira.

“Ih! Orion!” protes keira lalu merapikan rambutnya. Orion tertawa melihat ekspresi Keira yang menurutnya sangat lucu.

Dalam hati keduanya sama-sama tidak ingin saling melepaskan. Tetapi, hal ini harus mereka lakukan. Mau tidak mau, ingin tidak ingin, tetapi harus. Mereka menganggap bahwa ini adalah suatu ujian untuk perasaan yang sama-sama mereka pendam. Keduanya sama-sama terluka. Tetapi, mereka percaya bahwa jika semesta ingin mereka bersatu, pasti akan ada sebuah cara untuk mempersatukan mereka kembali. 

“Aku akan kembali.” ujar Orion dan kali ini Keira mengangguk mengiyakan ucapan pemuda itu.

*****

“Kei”

Orion menepuk pelan pipi Keira mencoba membangunkan gadis itu. Keira mengerjapkan matanya, lalu membuka matanya perlahan. Orang yang pertama kali Ia lihat ketika membuka mata adalah orang yang selama beberapa tahun belakangan ini selalu hadir di setiap mimpinya. Orang yang selalu mengisi hatinya dan selalu menjadi sumbu di mana Ia terus berputar mengelilingi hal tersebut.

“Rion?” Keira mengucek matanya singkat lalu melirik sekelilingnya. Orion hanya terkekeh melihat tingkah gadis yang selama ini selalu berada di kepalanya dan yang sangat Ia rindukan.

“Ayo turun, kita sudah sampai.” ujar Orion.

Keduanya pun turun dari mobil Orion. Setelah sekian lama mereka tidak pernah berjalan bersisian lagi. Setelah sekian lama mereka tidak saling mengaitkan tangan satu sama lain lagi. Setelah sekian lama keduanya terpisah. Akhirnya, hari ini keduanya kembali dipersatukan. Tetapi, tidak banyak hal yang berubah termasuk perasaan yang sama-sama dipendam oleh keduanya.

Orion dan Keira kini sama-sama duduk di bawah pohon tempat di mana keduanya sering menghabiskan waktu berdua dan melihat matahari terbenam. Tidak ada yang membuka suara, dan tidak ada yang berniat bergerak. Keduanya sangat nyaman berada di posisinya masing-masing. Di mana Keira menyandarkan kepalanya di bahu Orion dan tangan Orion yang merangkul Keira. Keduanya sama-sama membiarkan angin sore menerpa wajah mereka. Keheningan memang menyelimuti keduanya, akan tetapi bukan keheningan yang aneh namun keheningan yang menenangkan. Baik Keira mapun Orion, mereka sama-sama menikmati keheningan tersebut.

“Aku sudah menepati janjiku,” ujar Orion memecah keheningan di antara mereka berdua.

“Tetapi kau masih belum menjawab pertanyaanku,” ujar Keira lalu melepaskan dirinya dari rangkulan Orion. Orion tersenyum simpul menatap Keira.

“Mau membuka botol itu sekarang?”  tanya Orion, dan Keira tersenyum lebar lalu mengangguk dengan bersemangat.

“Tentu! Ayo buka!” ujarnya disusul dengan suara kekehan Orion.

Keduanya pun menggali sesuatu di bawah pohon yang tadinya tempat mereka bersandar. Dalam hati keduanya masih mengingat dengan jelas mengenai apa yang mereka tulis di kertas tersebut. Tetapi bukan isi kertasnya yang mereka khawatirkan, tetapi keinginan tersebut yang sama-sama belum terpenuhi. Keduanya menggali dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sebuah botol kaca bening muncul dari balik tanah. Keduanya bertukar tatap. Keira mengangguk, lalu Orion mengulurkan tangannya untuk mengambil botol tersebut. Sekali lagi, Orion menatap Keira dan gadis itu mengangguk. Orion pun membuka tutup botol tersebut lalu mengeluarkan dua gulung kertas yang masing-masing di depan kertas tersebut sudah ada nama mereka. Orion mengulurkan kertas milik Keira agar gadis itu dapat membaca isi kertas tersebut. Begitupun dengan dirinya, Orion membaca surat miliknya.

“Apa keinginanmu sudah tercapai?” tanya Keira.

Orion tersenyum singkat kemudian menggelengkan kepalanya. “Belum.” jawabnya. “Bagaimana denganmu?” Keira menggeleng, “Aku tidak tahu.” ujarnya.

Orion mengerutkan keningnya mendengar jawaban dari gadis itu. Rasa penasaran kini menghampiri pemuda tersebut. Ia penasaran dengan isi surat milik Keira.

“Kenapa begitu?” tanya Orion lagi.

“Karena aku tidak mengetahui jawabannya”

“Boleh aku tahu isi dari suratmu?” tanya Orion ragu-ragu

Keira tersenyum, “Bukannya kita akan saling membantu agar bisa memenuhi keinginan kita?”

Orion tersenyum mendengar jawaban Keira. Ia tidak menyangka bahwa Kei masih mengingat ucapannya beberapa tahun yang lalu. Keira mengulurkan kertas miliknya kepada Orion,

Semoga Rion tidak akan pergi lagi

Orion tersebut membaca isi kertas milik Keira. Orion menatap lupus kearah Keira. Sedangkan, Keira hanya menatap Orion dengan wajah kebingungan.

“Kenapa?” tanyanya. Orion tersenyum lebar dan hal tersebut membuat Keira mematung karena Ia sangat merindukan senyuman itu.

“Aku tidak akan kemana-mana lagi. Kali ini aku akan selalu bersamamu sebagaimana seharusnya,” ujar Orion dan membuat Keira menghela nafas lega.

Orion mengulurkan kertas miliknya kepada Keira agar gadis itu dapat membaca isi kertasnya

Rion sayang Keira. Dan semoga Keira mau menjadi pacar Rion.

Keira mematung di tempatnya membaca isi surat yang ditulis oleh Orion. Gadis itu terdiam dan tidak mengatakan sepatah katapun. Kei melirik kearah Orion dan pemuda itu menatap Keira dengan wajah kebingungan.

“Kenapa?” tanyanya.

Keira tidak menjawab pertanyaan dari pemuda itu. Keira langsung menghambur ke pelukan Orion dan memeluk pemuda itu dengan erat. Setetes air mata berhasil lolos dari pelupuk matanya. Tetapi ini bukan air mata kesedihan, tetapi air mata kebahagiaan.

Orion yang bingung dengan sikap Keira, hanya bisa mengelus rambut gadis itu dan berulang kali menanyakan ada apa dan kenapa gadis itu menangis. Tetapi Keira sama sekali tidak menjawab pertanyaannya, justru semakin mengeratkan pelukannya.

“Keira mau jadi pacar Rion. Kei juga sayang Rion,” ujar Keira yang masih memeluk Orion. Keduanya sama-sama tersenyum lebar, dan saling mengeratkan pelukannya. Setelah menahan perasan mereka selama bertahun-tahun. Setelah keduanya harus berpisah selama bertahun-tahun, kini akhirnya keduanya dapat bersatu tanpa adanya gangguan. Akhirnya, sesuatu hal yang selama ini mereka pendam dapat tersampaikan.

By: Jingga | Editor: Sasya Semitari P & Galih Perdana

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.