Tabuik: Tradisi Peringatan Wafatnya Cucu Rasulullah
Upacara Tabuik – Sahabat DeCode tau gak sih? Indonesia merupakan salah satu negara dengan etnis terbanyak di dunia. Tercatat, Indonesia memiliki lebih dari 500 suku yang tersebar di penjuru Nusantara. Di setiap wilayah Indonesia memiliki tradisi upacara atau perayaan adat masing-masing.
Upacara Tabuik adalah salah satu upacara adat yang berasal dar Minangkabau di daerah pantai Sumatra Barat, khususnya di Kota Pariaman. Dilansir dari indonesiakaya.com, upacara Tabuik telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi. Perhelatan tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Hussein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram yang wafat dalam perang di Padang Karbala.
Baca juga: Mengenal Tradisi Magongkal Holi Dari Sumatera Utara
1. mengacu pada legenda kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut Buraq
Kata Tabuik sendiri diambil dari bahasa arab ‘tabut’ yang artinya peti kayu. Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.
Legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya cucu Nabi, kotak kayu tersebut berisi potongan jenazah Hussein yang diterbangkan ke langit oleh buraq. Sehingga, masyarakat Pariaman membuat tiruan dari buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya setiap tahunnya.
Menurut kisah yang telah turun temurun, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Sehingga, untuk menyesuaikan dengan adat istiadat Minangkabau, pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari menjadi seperti yang ada saat ini.
2. Terdapat 2 macam upacara Tabuik
Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman.
Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun Tabuik Bubarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa.
Awalnya Tabuik ini hanya ada satu, menurut riwayat sesepuh masyarakat Tabuik Subarang diperkirakan terjadi tahun 1916, tetapi ada pula riwayat yang menyebutkan tahun 1930. Pembuatan Tabuik Subarang tersebut tetap mengikuti tata cara yang sebelumnya telah berlaku di wilayah Pasa.
Mulai tahun 1982, perayaan Tabuik dijadikan bagian dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman. Karena itu terjadi berbagai penyesuaian salah satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian ritual tabuik ini.
Jadi, meskipun prosesi ritual awal tabuik tetap dimulai pada tanggal 1 Muharram, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak lagi harus pada tanggal 10 Muharram.
3. Upacara Tabuik di Pariaman terdiri 7 tahapan
Rangkaian tradisi tabuik di Pariaman diawai dengan pengambilan tanah dilaksanakan pada 1 Muharram, menebang batang pisang dilaksanakan pada hari ke-5 Muharrm, mataam dilaksanakan pada hari ke-7, dilajutkan dengan ngarak jari-jari pada malam harinya, dan mengarak sorban dilaksanakan keesokan harinya.
Pada hari puncak, dilakukan ritual tabuik naik pangkek, kemudian dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Hari puncak ini dahulu jatuh pada tanggal 10 Muharram, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah-ubah antara 10-15 Muharram, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan. Sebagai ritual penutup, menjelang maghrib tabuik diarak menuju pantai dan dilarung ke laut.
Setiap tahunnya puncak acara tabuik selalu disaksikan puluhan ribu masyarakat Sumatera Barat. Tidak hanya masyarakat lokal saja, upacara ini pun mendapat perhatian dari banyak turis asing yang membuatnya menjadi perhelatan besar yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya.
[tw-button size=”medium” background=”” color=”blue” target=”_blank” link=”http://decode.uai.ac.id/?s=Annisa+Dewi”]Author: Annisa Dewi[/tw-button] [tw-button size=”medium” background=”” color=”blue” target=”_blank” link=”http://decode.uai.ac.id/?s=Adhera+Wardani”]Editor: Adhera Wardani[/tw-button]
[tw-social icon=”twitter” url=”https://twitter.com/deCODE_Magazine” title=”Follow our Twitter for more Updates!”][/tw-social] [tw-social icon=”instagram” url=”https://www.instagram.com/decodemagazine/” title=”Follow Our Instagram for more Updates!”][/tw-social] [tw-social icon=”facebook” url=”https://www.facebook.com/Decode-Magazine-1895957824048036/?hc_ref=ARQllNXfRdmjk9r__uOAjkB4vJc2ohjO-3fMBz5-Ph_uF74OzCx-zYf-biULGvQzGWk&fref=nf” title=”Follow our facebook for more Updates!”][/tw-social]