Penikmat Kopi vs Penongkrong Kedai Kopi, Kalian yang Mana?
Sekarang ini, Coffee Shop atau kedai kopi menjadi salah satu destinasi melepas penat. Selain itu, juga bisa menjadi tempat ngumpul bersama teman-teman, keluarga, rekan kerja dan sebagainya. Namun, percaya atau tidak karakter seseorang bisa terlihat pada saat di kedai kopi.
Terlihat jelas memang perbedaan antara penikmat kopi dengan penongkrong kedai kopi. Dari segala hal dimulai dari menu yang di pesan sampai gerak geriknya pun terlihat. Pada dasarnya, semua orang memiliki hak masing-masing dalam minum kopi atau memesan menu apa saja yang dipesan saat berkunjung ke Coffee Shop tujuan. Walau begitu, buat kalian agar mengetahui perbedaan antara penikmat kopi dengan penongkrong kopi, berikut ulasannya.
Penikmat kopi-kopi sejati biasanya sangat menyukai kopi hitam yang tak dicemari apapun. Ya, penikmat kopi bukan hanya sekedar menyeruput kopi hitam lalu selesai, akan tetapi lebih dari itu. Sebutan bagi mereka yang mengetahui kopi lebih dalam disebut pecinta kopi. Jika kalian melihat orang yang memesan manual brew bisa jadi orang tersebut penikmat kopi sejati, mungkin sesekali memesan seperti latte, cappuccino, espresso, long black tanpa mencemarinya dengan gula, atau apabila ingin menikmati yang dingin penikmat kopi biasanya memesan Iced Americano atau Cold Brew. Mengapa demikian? Mungkin alasannya adalah mereka ingin menikmati rasa esensial dari kopi itu sendiri, the real fresh coffee.
Berbeda dengan penongkrong kedai kopi yang pergi ke kedai bukan untuk menikmati kopi, melainkan untuk nongkrong. Penongkrong kopi tidak selalu memesan kopi. Mereka bukanlah peminum kopi. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang memesan menu selain kopi semacam Ice Blended atau Milk Shake. Jangan berharap mereka mengetahui bahkan mengerti seluk beluk tentang kopi. Bagi mereka kopi takkan nikmat jika rasanya tak manis. Tak banyak dari mereka lebih melihat suasana kedai yang instagramable dan kekinian untuk mereka singgahi.
Penikmat kopi sejati tidak pernah keberatan jika berkunjung ke kedai sendirian karena bagi mereka, berkunjung ke kedai untuk fokus ke kopi yang dinikmati tak peduli bila tanpa teman sekali pun. Bagi mereka, menikmati kopi bukanlah suatu hal yang membanggakan. Melainkan suatu ritual yang tak boleh terlewatkan, ada istilah ”kalo ngga ngopi kayak ada yang ganjel gitu” atau “kalo ngga ngopi berasa ngga lengkap gitu”. Bertolak belakang dengan penongkrong kedai kopi, mereka justru datang ke kedai bergerombol atau bisa disebut bawa rombongan. Dan juga, banyak dari mereka masih menganggap ngopi adalah gaya hidup kekinian, serta seringnya keberadaan mereka di kedai kopi harus sesegera mungkin di update ke media sosial.
Penikmat kopi biasanya memiliki kedai kopi favorite yang sering mereka kunjungi. Seringnya ngopi di kedai, banyak dari mereka yang justru berteman dengan baristanya atau bahkan dengan ownernya sekali pun. Oleh karena itu, banyak dari mereka gemar bertukar pikiran dengan barista, atau bahkan saling sharing tentang pengalaman menikmati kopi yang pernah dialami. Saking akrabnya, terkadang barista tersebut tak segan-segan menawarkan kopi baru yang dimiliki kedai tersebut.
Berbeda dengan penongkrong kopi, mereka justru sering melompat dari satu kedai kopi ke kedai kopi lainnya. Bahkan, mereka singgah ke kedai kopi tersebut dengan dua alasan; diajak teman atau kedai kopi tersebut sedang happening. Mereka tidak memiliki keterikatan sama sekali dengan kedai kopi. Oleh karena itu, otomatis mereka tidak memiliki interaksi yang banyak dengan barista, kecuali hanya untuk urusan memesan orderan saja. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka memiliki teman yang beprofesi sebagai barista.
Itulah beberapa ulasan mengenai perbedaan antara penikmat kopi dengan penongkrong kedai kopi. Tulisan ini, juga merupakan pengalaman pribadi dari saya yang telah lama berkecimpung di dunia kopi dan hasil pengamatan dari beberapa kedai kopi di Jakarta dan beberapa kota lainnya. Kalo kalian masuk ke kriteria yang mana nih? Atau mungkin punya pengalaman yang sama seperti saya?
Muhammad Faisal Barakuan | Nadhira Aliya | Galih Perdana