Generasi Milenial: Wajah dan Harapan Bangsa
Generasi milenial adalah generasi yang tumbuh berkembang di ruang dinamis teknologi informasi. Dunia mereka aktual dan seru. Tapi bagaimanapun, mereka harus tetap terhubung dengan beberapa hal penting seperti pandangan keagamaan yang inklusif, ideologi dan partisipasi politik yang sejalan nilai kebangsaan, nilai-nilai sosial budaya, pendidikan-pekerjaan-kewirausahaan, dan gaya hidup yang tidak melulu hedonistik.
Demikian catatan penting ini, dalam Seminar Generasi Milenial: Tantangan Dan Peluang Pemuda Indonesia untuk Membangun Indonesia yang Maju, Kuat, dan Sejahtera di Ruang KK2 Gedung MPR/ DPR, Senayan Jakarta (26/11/2017). Seminar ini diselenggarakan Fraksi Partai Demokrat (FPD) dedengan menghadirkan pembicara Menpora Imam Nahrawi, Anggota Komisi X DPR RI, Muslim; Direktur Eksekutif Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono; dan Rico Rustombi, dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Dihadiri sekitar 450 peserta terdiri dari mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi dan pemuda dari beberapa organisasi kepemudaan, diskusi ini dipimpin moderator Putu Supadma Rudana, MBA, Anggota Komisi X DPR RI dan dibuka Ketua FPD, Edhie Baskoro Yudhoyono—yang biasa disapa Ibas.
Ibas mengajak peserta merenungkan, bahwa dari aspek pandangan keagamaan, penting untuk memotret pandangan keagamaan kaum muda, anak milenial. ‘’Apakah konservatif, moderat atau sekuler? Atau apa pandangan pemuda tentang hubungan agama dan negara? Apakah ada pergeseran, cara pandang tersebut pada generasi-generasi sebelumnya,’’ katanya.
Menpora Imam Nahrawi menyampaikan, isu paling penting yang dihadapi pemuda dari dulu sampai sekarang adalah pendidikan dan pekerjaan. ‘’Karena dua hal inilah yang dianggap paling berpengaruh dan menentukan masa depan mereka.’’
Dari data tersebut, kata Nahrawi, dapat kita pahami bahwa pendidikan terakhir pemuda terbanyak adalah lulusan SMA, yaitu 37,23%. Hanya 7,77% pemuda dengan pendidikan terakhir di perguruan tinggi. Ia juga mengutip hasil survei CSIS yang menyebutkan bahwa generasi milenial sangat percaya diri bahwa tidak ada pengaruh globalisasi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa.
‘’Ini artinya genrasi milenial tidak menganggap globalisasi sebagai ancaman dari keutuhan bangsa. Ini tantangan yang harus dihadapi, bagaimana tetap menjaga identitas dan nasionalisme pemuda atau generasi milenial,’’ kata salah satu menteri termuda dalam sejarah kabinet Indonesia dari masa ke masa itu.
Ditegaskan Menpora, pihaknya bertanggung jawab dalam pembangunan kepemudaan. ‘’Artinya membangun generasi yang memahami tantangan hari ini melalui pelayanan kepemudaan, semuanya dijelaskan dalam UU No 40 Tahun 2009,’’ lanjutnya.
Berbagai narasumber menekankan betapa bedanya generasi milenial atau generasi Y (lahir pada kisaran tahun 1980-2000) dengan generasi X (lahir pada kisaran tahun 1960-1980). Dimana generasi milenial lebih konsumtif dan terfokus pada teknologi dibandingkan generasi X. Generasi milenial dikatakan sebagai generasi emas dalam penyampaian materi Muslim, mengapa? Karena, “Generasi Milenial-lah penerus bangsa yang pada periode tersebut sangat produktif, sangat berharga dan sangat bernilai”.
Pembahasan narasumber lainnya adalah mengenai pentingnya bonus demografi, dimana jumlah penduduk berusia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia non-produktif, bagi Negara Indonesia ditahun 2020 dan pada puncaknya 2030 nanti. Rico Rustombi menekankan pemanfaatan bonus demografi ini diiringi dengan keluarnya Indonesia dari Middle Income. Bila Indonesia berhasil keluar dari Middle Income Trap, seperti yang dikatakan oleh Rico Rustombi, maka Indonesia dapat menjadi Negara Powerhouse di Asia mengalahkan Jepang dan Singapura di tahun 2020 nanti.
Pada akhir seminar, Agus Harimurti Yudhoyono memberikan 6 poin penting untuk generasi milinial, yaitu menanamkan idealisme (Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI), intellectual atau kecerdasan merupakan kewajiban bukanlah sebuah pilihan. Pembangunan karakter yang cerdas, memiliki integritas, semangat pantang menyerah dan bekerja keras, membangun kepedulian karena “caring is sharing”, tanamkan kepemimpinan agar sama-sama mencapai tujuan dengan ikhlas dan terakhir adalah membangun sinergi dan kolaborasi.
Beliau pun, juga menambahkan dalam mengabdi untuk Negara Indonesia yang lebih baik, dapat dilakukan oleh siapapun, generasi apapun dan dimulai dari hal-hal yang kecil, “Yang terpenting adalah peran kita untuk Negara dan masyarakat. Jadi tidak harus selalu menyandang jabatan formal tetapi secara informal kitapun sebagai warga Negara yang baik kita dapat terus berperan dan bersama-sama kita maju”.
So, what are you waiting for millenials? Perjalanan kita ke tahun 2020 semakin dekat loh. Ayo gunakan peluang dan berbagai sumber baik teknologi atau bukan untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Reporter: Mariah Safaanah | Fotografer: Riska Fitria | Editor: Nadhira Aliya & Galih Perdana