Mengintip Jejak Karier Erik Saropie
Halo Sahabat deCODE, apakah kamu berminat untuk menjadi seorang Praktisi Humas atau PR (Public Relation) di sebuah perusahaan? Jika iya, apakah kamu tahu apa enaknya menjadi seorang PR di pemerintahan? Apakah kamu juga tahu enaknya menjadi seorang PR di non pemerintahan?
Pada hari Rabu, 28 November 2017 telah dilaksanakan sebuah seminar yang diadakan di Universitas Al Azhar Indonesia, tepatnya di lantai 2 Ruang CIMB Niaga. Acara yang dilaksanakan mulai pukul 08:00 WIB – 10:00 WIB ini dihadiri oleh 30 mahasiswa peminatan Public Relations angkatan 2015. Acara tersebut dihadiri oleh seorang pembicara, yang bernama Erik Saropie.
Erik Saropie, merupakan lulusan dari Universitas Diponegoro pada tahun 2006. Awal mula kariernya setelah lulus kuliah, ia menjadi customer service di Bank Danamon. Karena ia memiliki keahlian di bidang Broadcasting, ia kemudian mencoba untuk beralih menjadi management training di Indosiar pada tahun 2008. Selama sebulan di Indosiar, ia mengikuti jejak Wishnutama.
Setelah dari Indosiar, kemudian ia pindah ke Industry Property di Jababeka. Di Jababeka, terdapat 1000 perusahaan seperti PT Mattel (Perusahaan yang memproduksi boneka Barbie), Unilever, Sari Roti, Oishi, Honda, dll. Ketika Erik bekerja di Industry Property Jababeka, ia baru pertama kali bekerja menjadi Non Government PR sebagai pengelola kawasan industri.
Ia bercerita bahwa tugas utama seorang Non Government PR di Jababeka adalah ketika sedang ada peringatan May Day (Hari Buruh) yang jatuh setiap tanggal 1 Mei, tugasnya yaitu menyiapkan sebuah spot untuk demo, orasi, tempat untuk istirahat, dan sebagainya. Selain itu, seorang Government PR yang bekerja di Jababeka juga harus turut membantu untuk mensosialisasikan soal ketenagakerjaan.
Setelah beberapa tahun Erik bekerja sebagai Non Government PR bagian pengelolaan kawasan industri di Jababeka, ia memutuskan untuk bekerja di Direktorat Jenderal HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Kementerian Hukum dan HAM sebagai seorang Goverment PR. Tugasnya yaitu menangani merk, hak cipta yang berkaitan dengan industri kreatif. Selama ia bekerja di Dirjen HKI, ia belajar berbagai hal-hal baru dan mengenal orang baru.
Erik Saropie menjelaskan bahwa Government PR adalah seseorang yang memberikan pemahaman sosial kepada masyarakat mengenai kebijakan pemerintah. Beda halnya dengan Non Government PR. Pengertian dari Non Government PR intinya adalah jualan. “Awalnya tugasnya memang menjadi seorang PR, tapi ending nya adalah sebagai marketing” ucap Erik. Parameter kesuksesan seorang PR menurut Erik adalah seberapa banyak orang yang beli, dan seberapa banyak orang yang menjadi pelanggan setia.
Untuk menjadi seorang PR baik di pemerintahan maupun di non pemerintahan (perusahaan swasta) tidaklah mudah“. Jika kamu ingin menjadi seorang PR, kamu tidak boleh berbicara sembarangan, apalagi bercanda ketika sedang di depan media. Karena jika kamu melakukan hal itu, maka hal tersebut akan menjadi masalah buat kamu. Omongan yang kamu keluarkan, akan direkam oleh media. Dan media akan mengejar-ngejar kamu karena kesalahan tersebut. Itu sangat fatal”, tegas Erik Saropie.
Berdasarkan pengalaman yang telah ia jalani, di seminar tersebut ia menjelaskan perbedaan antara Non Government PR dengan Government PR. “Menjadi Non Government PR, tugasnya adalah mencari orang. Contohnya ketika peringatan May Day. Kita harus mencari polisi untuk mengamankan situasi. Jika menjadi Government PR, justru saya yang dicari. Yaa kasusnya seperti di tempat karaoke inul vista yang mendownload lagu band Raja. Itu sudah jelas melanggar hak cipta. Setelah kasus itu, saya dicari-cari wartawan karena saya yang bekerja di Ditjen HKI yang tugasnya menangani hak cipta”, terang Erik.
So, apakah kamu berminat untuk menjadi seorang PR? Apakah kamu sudah tahu lebih enak bekerja di perusahaan Non Government atau di Government PR? Tentukan pilihanmu dari sekarang, sahabat deCODE!
Reporter & Fotografer: Sherly Ayu Ravenika | Editor: Galih Perdana